Jejak Abadi Rasulullah: Warisan-Warisan yang Mengubah Peradaban
Jejak Nurani Ustadz Agus Sutisna
Ketika seorang pemimpin wafat, yang ditinggalkan biasanya adalah harta, istana, atau kekuasaan. Namun Nabi Muhammad ﷺ meninggalkan sesuatu yang jauh lebih monumental. Yakni nilai-nilai, sistem hidup, dan jejak peradaban yang melampaui zaman. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّا مَعْشَرَ الْأَنْبِيَاءِ لَا نُوَرِّثُ، مَا تَرَكْنَاهُ صَدَقَةٌ
“Sesungguhnya kami para nabi tidak mewariskan harta. Apa yang kami tinggalkan adalah sedekah (untuk umat).” (HR. Bukhari)
Warisan Nabi bukan berupa kekayaan duniawi, tetapi warisan profetik (nubuwah) yang membentuk peradaban wahyu, akhlak, ilmu, dan sistem sosial yang berakar pada keadilan dan kasih sayang.
Al-Qur’an: Warisan Wahyu yang Menghidupkan Akal dan Jiwa
Warisan paling agung dari Rasulullah ﷺ adalah Al-Qur’an, kitab suci yang diturunkan selama 23 tahun sebagai petunjuk hidup umat manusia. Dalam Surah Al-Baqarah, Allah berfirman:
ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ
“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 2)
Al-Qur’an bukan hanya teks, tetapi ruh peradaban. Ia membentuk sistem hukum, etika sosial, dan spiritualitas yang menyentuh seluruh aspek kehidupan. Karen Armstrong menyebut Al-Qur’an sebagai “a living scripture”—kitab yang terus berbicara kepada zaman, bukan sekadar dokumen sejarah.
Sunnah: Teladan Hidup yang Menyatu dengan Realitas
Sunnah Nabi ﷺ adalah warisan perilaku, keputusan, dan kebijakan yang menjadi sumber hukum kedua dalam Islam. Dalam Surah An-Najm, Allah menegaskan:
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ
“Dan tidaklah dia (Muhammad) berbicara dari hawa nafsunya. Ucapannya tidak lain adalah wahyu yang diwahyukan.” (QS. An-Najm: 3–4)
Sunnah mencakup aspek ibadah, muamalah, kepemimpinan, dan etika publik. Ia menjadi panduan hidup yang fleksibel dan kontekstual, mampu menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan ruh wahyu.
Piagam Madinah: Konstitusi Sosial yang Melampaui Sekat
Salah satu warisan monumental Nabi ﷺ adalah Piagam Madinah, dokumen sosial-politik pertama dalam sejarah dunia yang menjamin hak warga lintas agama dan suku. Disusun pada tahun pertama hijrah (622 M), piagam ini mengikat Muslim, Yahudi, dan kabilah Arab dalam satu komunitas: ummah wāḥidah.
Menurut Salafus Shalih, Piagam Madinah menjamin: Kebebasan beragama; Keadilan hukum; Persaudaraan sosial; dan Penyelesaian konflik secara damai
Piagam ini menjadi bukti bahwa Islam bukan hanya agama ritual, tetapi sistem peradaban yang berakar pada akhlak dan keadilan. Karenanya, Nabi ﷺ disebut sebagai “architect of civilization” oleh Montgomery Watt.
Ilmu dan Sanad: Warisan Keilmuan yang Menjaga Integritas
Nabi ﷺ mewariskan ilmu sebagai cahaya kehidupan. Dalam hadits riwayat Tirmidzi, beliau bersabda:
العُلَمَاءُ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ
“Para ulama adalah pewaris para nabi.” (HR. Tirmidzi)
Warisan keilmuan Nabi ﷺ dijaga melalui sanad, sistem transmisi ilmu yang menjamin otentisitas dan adab. Kitab-kitab hadits, tafsir, fiqh, dan akhlak menjadi bukti bahwa ilmu dalam Islam bukan sekadar informasi, tetapi amanah yang diwariskan dengan tanggung jawab.
Akhlak: Fondasi Peradaban yang Tak Lekang oleh Zaman
Nabi ﷺ bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad)
Akhlak adalah warisan yang menjadi fondasi peradaban Islam. Tanpa akhlak, ilmu menjadi alat manipulasi; kekuasaan menjadi tirani. Akhlak Nabi ﷺ meliputi kejujuran, kasih sayang, keberanian, dan tanggung jawab sosial. Inilah yang membuat peradaban Islam bertahan, bahkan ketika kekuasaan politiknya runtuh.
Warisan yang Harus Dijaga
Warisan Nabi Muhammad ﷺ bukan untuk dikagumi semata, tetapi untuk dijaga dan dihidupkan. Ia bukan benda mati, tetapi sistem nilai yang harus ditanamkan dalam pendidikan, pemerintahan, dan kehidupan sosial.
وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Ikutilah dia (Muhammad), agar kalian mendapat petunjuk.” (QS. Al-A‘rāf: 158)
Dalam konteks Nusantara, warisan Nabi ﷺ hidup dalam tradisi pesantren, majelis ilmu, dan budaya adab. Namun tantangannya kini adalah menjaga ruh warisan itu di tengah arus digitalisasi, komersialisasi agama, dan krisis keteladanan.
Warisan Nabi Muhammad ﷺ adalah amanah, bukan sekadar kebanggaan. Kita sebagai umatnya dituntut untuk menjadi pewaris yang bertanggung jawab: menjaga wahyu, menghidupkan sunnah, menegakkan keadilan, dan menanamkan akhlak.