Pemuda Ideal Menurut Islam
Tahun ini, Hari Sumpah Pemuda telah memasuki peringatan ke-95 tahun sejak sejarah mencatatnya pada 1928 silam.
Peringatan Hari Sumpah Pemuda sendiri merujuk para sejarah terselenggaranya Kongres Pemuda Kedua pada 27-28 Oktober 1928, oleh Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi yang mewadahi pemuda-pemuda seluruh Indonesia pada masa itu.
Kongres Pemuda itu kemudian melahirkan butir-butir Sumpah Pemuda, yang hingga kini masih terus diikrarkan sebagai pengingat semangat muda anak bangsa.
Dalam konteks kebangsaan, kaum muda merupakan tumpuan. Cita-cita dan harapan kolektif masyarakat terletak pada pundak mereka. Wajah masa depan negeri ini ditentukan oleh watak dan kiprah pemuda-pemudi Tanah Air.
Alquran dan Sunnah menaruh perhatian besar pada generasi muda. Dalam hal ini, mereka seyogianya meneladan sosok paripurna, yaitu Rasulullah SAW. Bahkan tatkala belum diangkat menjadi utusan Allah, Muhammad SAW sebagai seorang remaja telah menunjukkan banyak teladan.
Berikut adalah petuah islami untuk para pemuda.
Berjiwa Tangguh
Rasulullah SAW bersabda, “Aku pesankan agar kalian berbuat baik kepada para pemuda. Sebab, sebenarnya hati mereka itu lembut. Allah telah mengutusku dengan agama yang lurus dan penuh toleransi. Lalu, para pemuda bergabung memberikan dukungan kepadaku. Sementara, orang-orang tua menentangku.”
Pesan Nabi SAW itu bermakna, seorang pemuda atau pemudi Islam hendaknya berjiwa tangguh. Mereka bersikap membela kebenaran dan mencegah dari kemungkaran. Pada zaman beliau, banyak pembela tauhid yang berasal dari kalangan muda.
Mental yang kuat dan dapat diandalkan itu disandingkan dengan hati yang lembut. Alhasil, lisan dan perbuatannya cenderung pada kebaikan. Harapannya, di antara mereka ada yang terpanggil untuk menjadi pewaris nabi, yakni ulama.
Agen Perubahan
Alquran memuat kisah sejumlah pemuda yang bertekad kuat dalam membela agama Allah. Walaupun awalnya didera penolakan, mereka akhirnya berhasil mengubah masyarakat tempatnya berada. Beberapa contoh kaum muda demikian ialah para penghuni gua (Ashabul Kahfi) dan Ibrahim AS.
Allah memuji Ashabul Kahfi dalam ayat, yang artinya, “Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah para pemuda yang beriman kepada Tuhannya, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka” (QS al-Kahfi: 13).
Begitu pula dengan Nabi Ibrahim. Saat berusia remaja, ayahanda Nabi Ismail dan Nabi Ishaq itu dengan lantang menentang perilaku syirik yang dilakukan penguasa dan mayoritas masyarakat. “Mereka menjawab, ‘Kami mendengar seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini, yang bernama Ibrahim” (QS al-Anbiya: 60).
Menempa Diri
Dalam sebuah hadis, Nabi SAW berpesan agar kaum Muslimin memanfaatkan lima perkara sebelum lima perkara. Salah satunya ialah waktu muda sebelum datang waktu tua.
Ya, masa muda adalah saatnya mendidik dan melatih diri sendiri. Jangan sia-siakan waktu dengan larut dalam kesenangan dan hura-hura. Energi yang ada hendaknya dipakai juga untuk belajar.
Rasulullah SAW memberikan jaminan keselamatan di hari akhir, antara lain, kepada mereka yang menghabiskan masa mudanya untuk beribadah kepada Allah, pemuda yang hatinya terpaut pada masjid, serta yang sanggup mengendalikan gejolak hawa nafsu.
Taat Beribadah
Dalam hadist Rasulullah ﷺ bersabda, ”Ada tujuh golongan yang Allah akan berikan naungan kepada mereka di bawah naungan-Nya pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: Imam yang adil, pemuda yang tumbuh dewasa dalam ibadah kepada Tuhannya, lelaki yang hatinya terikat di masjid dan dua orang yang saling mencintai karena Allah. Mereka berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah.
Kemudian lelaki yang diajak berzina oleh seorang wanita berkedudukan dan cantik namun dia menolak dengan menjawab,”Sungguh aku takut kepada Allah.” Orang yang bersedekah secara tersembunyi sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya dan orang yang berdzikir kepada Alllah dalam keadaan sendirian lalu kedua matanya bercucuran air mata.”
[Hadits riwayat Al-Bukhari di dalam Shahih Al-Bukhari no. 660 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu]