Cerpen : Sumpah Ku
SUMPAH KU
Cerita Oleh
Nabila Salma Adila Mulyadi
Kelas XI IPA SMA Nurul Madany
Namaku adalah Yusuf Hamka Al Fatih saat ini aku duduk kelas 12 IPA SMA Nurany. Aku anak pertama dari 4 bersaudara, aku terlahir dari keluarga yang sederhana Ayahku seorang Tukang Ojeg sedangkan ibu adalah Ibu Rumah Tangga. Mereka berdua adalah inspirasi dan kekuatanku dalam menjalani kerasnya kehidupan dunia, tidak pernah menyerah apalagi mengeluh dengan keadaan kami saat ini itulah kenapa ketika suatu waktu Ayah ku bertanya tentang cita – cita, aku dengan semangat dan penuh percaya diri ingin menjadi seperti Ayah..
“Ayah, saat aku besar cita-citaku ingin menjadi seperti Ayah”. Jawabku. Ayahku tersenyum mendengar jawabanku.
“Jangan Nak, kamu harus bisa lebih hebat dari Ayah, kamulah pengganti Ayah nanti” ucap Ayahku, seraya mengelus kepala ku.
“Oh iya. Ayah dulu punya cita-cita, nggak yah?” tanyaku tiba-tiba.
Mendengar pertanyaanku, ia hanya tersenyum dan kembali mengulus kepala ku.
“Nak, semua orang punya cita-cita, begitupun Ayah. Dulu cita-cita Ayah ingin menjadi tentara, Ayah ingin mengabdi untuk negara.” Jawabnya.
“Kalau begitu Yusuf pengen jadi tentara aja Yah”. Ucapku penuh semangat. Ayah ku hanya tersenyum mendengar ucapan ku sembari kembali mengelus kepala ku.
“Yusuf belajar aja yang rajin, Ayah do’akan semua cita-cita Yusuf tercapai”. Pesan Ayah ku. “Amiin”. Jawab ku.
Pendidikan Ayah ku memang hanya sampai SMP dari kecil dia harus banting tulang membantu orang tuanya untuk membiayai adik-adiknya, Almarhum Nenek ku pernah bercerita, Ayah ku dulu harus membagi waktu antara sekolah dan membatu jualan di pasar.
Percakapan ringan itu sampai sekarang masih terekam di pikiranku, menjadi tentara seperti menjadi sumpah ku kepada Ayah.
Bulan ini seperti babak final dalam kehidupan ku, 2 Minggu lagi aku akan mengikuti Ujian Sekolah, aku sadar diri dengan kondisi ekonomi orang tua ku saat ini rasanya sulit untuk mewujudkan cita – cita ku menjadi tentara. Aku hanya mengandalkan prestasi ku di sekolah yang memang terbilang bagus, selama sekolah di SMA Nurany aku selalau memperoleh peringkat pertama.
******
Hari ini, adalah hari pertama ku mengikuti Ujian Sekolah tak lupa sebelum berangkat aku meminta do’a kepada kedua orang tua ku.
“Ayah, Ibu. Yusuf minta do’anya yah, hari ini, hari pertama Yusuf Ujian Sekolah, do’akan supaya lancar”. Pinta ku sambil ku cium kedua tangan Ayah ku kemudian ibu ku.
“Amiin. Ibu sama Ayah pasti mendo’akan Yusuf, mudah-mudahan dilancarkan dan mendapatkan nilai yang bagus. Yusuf harus jujur tidak boleh mencontek atau kerjasama dengan teman”. Jawab Ibu ku.
“ Baik, Bu, Yah. Yusuf janji akan sungguh-sungguh dan jujur. Yusuf berangkat dulu yah Ibu, Ayah. Assalamualikum”. Balas aku sambil berlalu meninggalkan kedua orang tua ku.
Hari pertama Ujian Sekolah berjalan dengan baik semua soal yang diberikan oleh guru satu persatu bisa aku jawab, hari itu pelajaran Bahasa Indonesia salah satu pelajaran kesukaan ku selain pelajaran IPA, Bahasa Inggris, dan Matematika.
Tak terasa bel berbunyi tanda Ujian selesai aku pun bergegas mengumpulkan lembar jawaban pelajaran Bahasa Indonesia kemudian pulang, hari itu memang hanya satu pelajaran yaitu Bahasa Indonesia.
Kaki ku melangkah keluar kelas menuju gerbang sekolah tiba-tiba terdengar suara yang tidak asing memanggilku.
“Yusuf, Yusuf, kesini dulu sebentar” teriak dari arah kantor. Aku menoleh kebelakang memperhatikan arah suara muncul ternyata beliau adalah pak Abdulloh, kepala sekolah ku kemudian aku menghampiri beliau.
“Iya Pak, ada yang bisa Yusuf bantu ?”. Jawab ku.
“ Ngggak Suf, Bapak hanya ingin ngobrol sama Yusuf. Kita ngobrolnya di kantor aja yah, Suf”. Pinta pak Abdulloh. Kami pun masuk kekantor tampak guru-guru sedang sibuk merapihkan Lembar Jawaban Ujian Sekolah kemudian Aku diajak keruang kepala sekolah.
“Dipanggilnya Yusuf kesini, Bapak hendak menawarkan beasiswa ke Yusuf” Tanya Pak Abdulloh membuka obrolan hari itu.
“Beasiswa apa pak ?”. Tanya ku.
“Beasiswa masuk tentara Angkatan Darat, Suf”.Jawab Pak Abulloh. Mendengar jawaban kepala sekolah aku pun merasa senang, karena itu seperti menunaikan sumpah ku pada Ayah dulu.
“Mau Pak”. Jawab ku penuh semangat.
“Tapi kamu harus ikut seleksi Suf, ikut tes Akademik” Terang kepala sekolah.
“Insyaallah pak saya siap”. Jawab ku, penuh semangat.
“Tes Akademik sesuai jadwal akan dilaksanakan 2 Minggu lagi Suf, kamu persiapkan yah, Bapak yakin kamu bisa.” Jelas kepala sekolah.
“Baik pak, Insyaallah saya akan siapkan semuanya.”. Jawab ku mengakhiri obrolan hari itu kemudian bergegas keluar untuk pulang.
Sesampainya di rumah, aku berteriak memanggil Ayah dan Ibu.
“Assalamualikum, Ayah, Ibu”. Teriak ku.
“Waalaikumsalam, Kakak. Ayah sama Ibu nggak ada katanya mau menjenguk temennya di Rumah Sakit”. Jawab adik ku, Ismail namanya. Dia adik ku momor 2 kebetulan sudah pulang sekolah dari siang. Dia sekolah di SDN 1 Nurany Maju kurang lebih 500 meter dari rumah ku.
“Oh begitu, sama siapa lagi berengkatnya De?”. Tanyaku.
“Ayah, Ibu sama Naura”. Jawab Adik ku. Naura adalah nama adik bungsu ku dia selalu diajak kalau Ibu dan Bapak ku pergi keluar.
Sekitar pukul 17.00 Ibu dan Ayah ku datang, waktu itu aku dan adik-adik ku sedang nonton TV di ruang keluarga kemudian menghampiri kami di ruang TV.
“Udah pada makan belum anak-anak?”. Tanya Ibu ku.
“Belum Bu”. Jawab Ismail dan Liala kompak. Laila adalah adik ke 1 Ku. Dia sekarang duduk di kelas VIII SMP Cahaya Kota.
“Ayah mana bu?”. Tanya ku karena sejak mereka datang yang menghampiri kami hanya ibu ku.
“Oh, Ayah, katanya gak enak badan, dia mau istirahat dulu”. Jawab Ibu ku.
Adzan magrib pun berkumandang aku dan adik – adik bersiap pergi kemesjid untuk melaksanakan shalat magrib berjamaah, kebetulan mesjid di kampung ku tidak jauh dari rumah. Seselesainya shalat aku dan adik-adik pulang. Aku ingin memberikan kabar penting yang tadi diberitahukan oleh kepala sekolah.
“Assalamualikum”. Salam kami ucapkan
“Waalikumsalam” Jawab Ibu ku.
“Bapak mana, kok nggak ke Mesjid bu?”. Tanya ku penuh penasaran karena biasanya beliaulah yang mengajak kami untuk shalat berjamaah di Mesjid.
“Bapak, sakit Nak tadi katanya mau sholat di rumah aja”. Jawab Ibu ku
Mendengar Jawaban Ibu, aku pun mengurungkan niat untuk memberitahu berita penting yang tadi siang kepala sekolah sampaikan, dalam hati aku berkata, kabar penting ini harus disampaikan kepada Ayah dan Ibu secara lengkap.
Keesokan paginya, aku melihat kedua orang tua ku sedang mengobrol di dapur, aku perhatikan raut wajah ayah ku yang terlihat pucat.
“Yusuf, katanya nanyain Ayah aja dari kemari, ada apa Suf ?”. Tanya ayah ku mengawali pembicaraan pagi yang cerah itu.
“Oh iya, Yah. Tadinya Yusuf mau cerita kemarin, tapi kata Ibu, Ayah sakit”. Jawab ku
“Iya Suf, Ayah udah dua hari ini sering sakit dada, tapi hari ini Alhamdulillah udah sembuh” kata ayah ku.
“Makanya Ayah harus jaga kesehatan, kalau narik Ojek pakai jaket yang tebal biar nggak masuk angin”. Balas aku. Aku pun melanjutkan ucapan ku sambil menceritakan kabar penting yang disampaikan oleh kepala sekolah kemarin dengan penuh semangat, terlihat raut muka Ayah dan Ibu ku begitu fokus mendengarkan kata perkata yang keluar dari mulut ku. Setelah selesai aku jelaskan Ayah ku sangat mendukung niat ku mengikuti tes Akademik seleksi menjadi tentara.
******
Hari berlalu, Ujian Sekolah pun selesai tibalah saatnya aku mempersiapkan mengikuti seleksi menjadi tentara, hampir setiap hari aku berolah raga sekedar lari di sore hari, hal ini aku lakukan dalam rangka mempersiapkan mendaftar menjadi tentara, karena selain kemampuan akademik ketahanan fisik juga sangat penting.
Tibalah waktunya aku mengikuti tes seleksi akademik semua persyaratan sudah aku siapkan dari semalam. Aku pun keluar kamar mencari kedua orang tua ku, tapi hanya Ibu ku yang ku dapati.
“Bu, Ayah dimana ?”. Tanya ku.
“Ayah masih dikamar katanya nggak enak badan nak”. Jawab ibu ku.
Ayahku memang sejak pergi menjenguk temannya di rumah sakit terlihat kurang sehat seperti biasanya.
“Yaudah Bu, Yusuf mau ke kamar ayah dulu, mau Izin juga minta do’anya” jelas ku sambil berlalu meninggalkan Ibu ku.
“Assalamualikum, Ayah sakit lagi ?” Tanya aku sambil menutup pintu kamar Ayah.
“Waalaikumsalam, sakit gini doang Suf, Insyaallah besok juga sembuh”. Jawab Ayah ku.
“Kamu mau pergi buat tes hari ini yah?” Tanya ayah ku melanjutkan ucapannya.
“ Iya. Ayah, do’ain Yusuf biar lolos dan keterima”. Pinta ku mencium tangan Ayah ku,
“Do’a Ayah untuk anak – anak hebat Ayah tidak pernah habis. Ayah do’akan apapun yang kamu inginkan tercapai”. Ucap Ayah ku sambil mengelus pundak ku.
Aku pun berlalu meninggalkan Ayah sendiri di kamar kemudian menemui ibu meninta izin dan do’a supaya semua hajat ku dikabul oleh Allah SWT.
****
Tiga hari sudah aku mengikuti tes seleksi akademik menjadi tentara, tiga hari juga aku harus meninggalkan rumah dan menginap di Mess yang disiapkan oleh panitia seleksi. Kini, tibalah waktunya aku pulang ke rumah, apa pun hasil dari tes yang sudah dilalui, aku pasrahkan kepada Allah SWT mudah – mudahan sesuai dengan yang diinginkan.
Selama kurang lebih 2 jam perjalanan aku lalui dengan menumpangi Bus, hari itu entah kanpa persaan ku selalu diselimuti ketidak nyamanan, aku coba pejamkan mata tidur menghilangkan perasaan khawatir namun semuanya sia-sia.
Aku lantunkan sholawat secara perlahan dan mulai tertidur, namun itu hanya mempan sebentar pada akhirnya aku pun terbangun kembali dalam hati aku bertanya, ada apakah ini ?.
Setelah 2 Jam 40 menit berlalu aku pun tiba di rumah, tatapan ku terarah pada keramaian di rumah ku, aku perhatikan satu persatu, isak tangis terdengar begitu jelas, hingga langkah ku terhenti melihat Ibu ku menghampiri ku.
“Nak, Ayah mu telah pergi, kamu yang ikhlas yah”. Jelas ibuku diiringi isak tangis. Mendengar ucapan Ibu, aku hanya membisu dan terpatung, hingga tak terasa lutut ini semakin tidak kuat menopang tubuhku, aku pun terjatuh, menangis dalam pelukan Ibuku. Terdengar suara tetangga dan saudaraku mencoba menenangkan.
Kuhampiri ayah ku, ku lihat wajahnya untuk terakhir kalinya, wajah yang penuh dengan kehagatan, wajah yang yang selalu tersenyum. Aku masih ingat senyum terakhirnya ketika meminta izin dan do’a mengikuti seleksi masuk tentara. Tak sedikit pun aku meninggalkan Ayah ku, ketika disolatkan aku berada dibarisan terdepan, aku lah yang membawa keranda Ayahku mengantarkannya keperistirahatana terkahir.
Setelah selesai mengurus pemakaman Ayah. Ibu mengahampiri ku, terlihat lesu diwajahnya
“Nak, Maafin Ibu, tidak buru-buru memberitahukan mu”. Jelas Ibuku seraya memenggang tangan ku.
“Bu. Ayah sebenarnya sakit apa, kenapa Ibu tidak pernah cerita?”. Tanya ku.
“Ayah mu, sakit jatung Nak, sebenarnya waktu Ayah dan Ibu kerumah sakit itu bukan buat menjenguk temennya, tapi buat memerikasa ayah mu, dia sendiri yang minta supaya tidak memberitahu anak-anak tentang penyakitnya, dia takut anak-anaknya kepikiran dan bersedih”. Jelas Ibuku.
Mendengar penjelas Ibu, aku pun tak kuasa menahan tangis, aku menyesal kenapa waktu itu tidak menjaga Ayah, kenapa aku tidak tahu kalau penyakit ayah begitu serius.
“Ibu, mulai saat ini, Yusuf lah yang bertanggungjawab untuk kehidupan ibu dan adik-adik. Yusuf berjanji akan menjadi pengganti ayah yang baik, Yusuf akan buat ayah dan ibu bangga”. Jelas ku pada Ibu, tangis pun pecah Ibuku memeluk erat tubuh ku.
****
Seminggu setelah kepergian Ayah. Kami coba menata hidup bersama Ibu dan adik-adik. Memang terasa berat tapi aku sudah berjanji sepeninggalan Ayah akulah yang akan menggantikan posisinya.
Hari itu, sekitar pukul 09.00 tiba-tiba terdengar orang yang mengucap salam, aku coba menghampirinya kemudian membuka pintu.
“Waalaikumsalam”. Jawab ku
“Ini rumahnya Yusuf Hamka Al Fatih, yah ?”. Tanyanya.
“Iya betul pak. Ada apa yah ?”. Jawab ku penuh penasaran
“Saya dari kantor Pos, ini ada surat atas nama Yusuf Hamka Al Fatih”. Jelas pak POS
Aku raih surat dari pak Pos kuperhatikan tulisan depan surat tersebut, yang membuat aku sadar kalau itu surat hasil seleksi masuk tentara.
“Oh iya Pak, saya terima suratnya. Makasih yah pak”. Jawabku.
Pak Pos pun berlalu mengendarai motornya, aku pun langsung masuk ke rumah dan menemui Ibuku.
“Ibu, ini surat hasil seleksi masuk tentara, Yusuf minta apa pun hasilnya Ibu bisa menerima yah”. Pinta ku pada Ibu.
“Iya, Suf. Ibu ikhlas apapun hasilnya”. Jawab Ibuku.
Aku pun membuka amplop surat yang aku terima. Ku buka pelan-pelan sambil mulut tidak henti membaca bismillah. Ku baca perlahan sementara Ibu mendengar penuh ketegangan.
“Memutuskan bahwa Yusuf Hamka Al Fatih dinyatakn lulus dan diterima sebagai Tentara Republik Indonesia”. Baca ku dengan lantang, Ibu ku langsung memeluk ku, menangis bahagia, kemudian aku tempelkan kepala ku sujud syukur kepada Allah atas nikmat yang Allah berikan.
“Ibu, hari ini Allah telah kabulkan sumpah Yusuf kepada Ayah, dulu Yusuf pernah berjanji dalam hati, bawah Yusuf akan menjadi seeorang tentara untuk mewujudkan cita-cita Ayah yang tidak tercapai waktu kecil”. Jelasku pada Ibu.
“Alhamdulliah Nak, Ayah mu pasti tenang dan bangga”. Jawab Ibu ku.
End
Cerita : Nabila Salma Adila Mulyadi
Editor : Piri Reis